A.
Landasan
Manajemen Berbasis Sekolah
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis
MBS secara umum adalah cara hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi
pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan
kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan
kebiasaan warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap
lapisan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan melalui proses mencerdaskan
kehidupan bangsa dalam konteks idiil negara kita merupakan tanggung jawab
pemerintah, sedangkan menurut praktisnya merupakan tanggung jawab bersama
antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tanggung jawab tersebut, dilandasi
oleh peran secara profesional.
Artinya,
pelayanan pendidikan tidak dapat dihindarkan dari batas-batas
tanggung jawab mengingat masing-masing mempunyai posisi dan keterbatasan.
Keluarga dalam arti biologis merupakan orang tua langsung (ibu dan bapak),
mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan pendidikan kepada anak
– anaknya di rumah tangga, dari mulai hal yang bersifat sederhana dan
pribadi sampai pada hal yang komplek dan bermasyarakat. Tugas dan wewenang ini,
bersifat alamiah dan mendasar untuk membangun individu yang bertanggung jawab.
Akan tetapi sebagai orang tua, terdapat berbagai keterbatasan dalam pelayanan
pendidikan yang bersifat normatif dan terukur, baik yang bersifat keilmuan
maupun keterampilan tertentu. Oleh sebab orang tua tidak dapat melayani
kebutuhan pendidikan anaknya, maka orang tua mempercayakan kepada sekolah baik
yang diselenggarakan oleh masyarakat (yayasan pendidikan) maupun pemerintah.
Konsekuensinya orang
tua wajib memberikan dukungan kepada sekolah sesuai dengan batas kemampuan dan
kesepakatan. Oleh sebab itu tujuan penyelanggaraan pelayanan pendidikan hanya
bisa dicapai apabila terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai
sumber daya, untuk terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai
sumber daya pendidikan, perlu adanya suatu badan yang bersifat independen
dengan asas keadilan dan kemanusiaan.
Landasan munculnya
MBS yang berasal dari kehidupan masyarakat (dalam modul UT) diantaranya:
a. Pendidikan
nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat yaitu nilai–nilai
kebersamaan yang bersumber dari nilai sosial budaya yang terdapat di lingkungan
keluarga dan masyarakat serta pada pendidikan agama.
MBS merupakan salah
satu pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengakomodasi pendidikan nilai.
Pendidikan kewarganegaraan dan agama sangat penting untuk menumbuhkembangkan
tanggung jawab bersama di dalam kehidupan suatu masyarakat (baik secara lokal,
nasional, regional, global). Nilai-nilai spiritual diperlukan untuk
menyempurnakan kesejahteraan manusia di dunia dan alam sesudahnya sehingga
kehidupan lebih bermakna. Nilai-nilai lokal tercermin dalam nilai sosial budaya
setempat yang diwujudkan dalam bentuk tata krama pergaulan, model pakaian, dan
seni. Nilai-nilai nasional berkaitan erat dengan penerapan kaidah-kaidah
sebagai warga Negara yang baik yang menjunjung tinggi kebangsaan. Kedua nilai
tersebut membentuk budi pekerti dan keperibadian yang kuat, hanya dapat
dikembangkan melalui manajemen yang berbasis sekolah dengan dukungan
masyarakat. Manajemen berbasis sekolah dengan dukungan masyarakat berupaya
memperkuat jati diri peserta didik dengan nilai sosial budaya setempat,
mensinergikannya dengan nilai-nilai kebangsaan serta nilai-nilai agama yang
dianut.
b. Kesepakatan-kesepakatan
yang diberlakukan dalam kehidupan masyarakat.
Maksudnya adalah kesepakatan
atas pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain segala
bentuk perubahan harus melibatkan masyarakat setempat agar semuanya lancar
sesuai harapan. Tuntutan penerapan MBS semakin nyata seiring dengan
perubahan karakteristik masyarakat. Perubahan dalam bidang sosial, ekonomi,
hukum, pertahanan, keamanan, secara nasional, regional, maupun global,
mendorong adanya perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki
siswa. Artinya telah terjadi perubahan kebutuhan siswa sebagai bekal untuk
terjun ke masyarakat luas dimasa mendatang dibandingkan dengan masa lalu. Oleh
karena itu, pelayanan terhadap siswa, program pengajaran, dan jasa yang
diberikan kepada siswa juga harus sesuai dengan tuntutan baru tersebut. Secara
umum perubahan lingkungan menuntut adanya pola kebiasaan dan tingkah laku baru
oleh semua pihak. Untuk menyesuaikan keadaan tersebut dibutuhkan adanya
reformasi dalam pendidikan, salah satunya dengan MBS.
2.
Landasan
Yuridis
Dasar Hukum
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)yaitu:
a. Dalam
Garis Besar Haluan Negara (GBHN), pemerintah mengupayakan keunggulan masyarakat
bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Hal ini diharapkan dapat dijadikan
landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan
berkelanjutan, baik secara makro, meso maupun mikro. Aspek makro erat kaitannya
dengan desentralisasi kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah, aspek meso
berkaitan dengan kebijakan daerah provinsi sampai tingkat kabupaten sedangkan
aspek mikro melibatkan sekolah yaitu seluruh sektor dan lembaga pendidikan yang
paling bawah serta terdepan dalam pelaksanaannya.
b. Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun
2000-2004 pada bab VII tentang bagian program pembangunan bidang pendidikan
khususnya sasaran terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah
dan masyarakat(school/ community based management)”.
c. Peraturan
Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.
d. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (khususnya yang terkait
dengan MBS adalah Bab XIV, Pasal 51, Ayat (1), ”pengelolaan satuan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah/ madrasah.”
e. Kepmendiknas
nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah, khususnya tentang
manajemen berbasis sekolah.
f. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (khususnya
yang terkait dengan MBS adalah Bab II, Pasal 3); “Badan hukum pendidikan
bertujuan memajukan pendidikan nasional dengan menerapkan manajemen berbasis
sekolah/ madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan otonomi perguruan
tinggi pada jenjang pendidikan tinggi”.
B.
Konsep
Dasar MBS
1.
Pengertian
Manajemen
berbasis sekolah atau School Based
Management merupakan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara
mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait
dengan sekolah yang dilakukan secara langsung dalam proses
pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah.
2. Konsep
dasar Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen
Berbasis Sekolah merupakan manajemen yang bernuansa otonomi, kemandirian dan
demokratis.
a. Otonomi
Merupakan
kewenangan sekolah dalam mengatur dan mengurus kepentingan sekolah dalam
mencapai tujuan sekolah untuk menciptakan mutu pendidikan yang baik.
b. Kemandirian
Merupakan
langkah dalam pengambilan keputusan. Dalam mengelola sumber daya yang ada,
mengambil kebijakan, memilih strategi dan metode dalam memecahkan persoalan
tidak tergantung pada birokrasi yang sentralistik sehingga mampu menyesuaikan
dengan kondisi lingkungan dan dapat memanfaatkan peluang-peluang yang ada.
c. Demokratif
Merupakan
keseluruhan elemen-elemen sekolah yang dilibatkan dalam menetapkan, menyusun,
melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan untuk mencapai tujuan sekolah demi
terciptanya mutu pendidikan yang akan memungkinkan tercapainya pengambilan
kebijakan yang mendapat dukungan dari seluruh elemen-elemen sekolah.
Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memahami Konsep Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) diantaranya adalah:
a. Pengkajian
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) terutama yang menyangkut kekuatan
desentralisasi, kekuasaan atau kewenangan di tingkat sekolah, dalam system
keputusan harus dikaitkan dengan program dan kemampuan dalam peningkatan
kinerja sekolah.
b. Penelitian
tentang program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berkenaan dengan
desentralisasi kekuasaan dan program peningkatan partisipasi (local stake
holders).Pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan
pemberdayaan sekolah, perlu dibangun dengan efektifitas programnya.
c. Strategi
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) harus lebih menekankan kepada elemen manajemen
partisipatif. Kemampuan, informasi dan imbalan yang memadai merupakan
elemen-elemen yang sangat menentukan efektifitas program Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) dalam meningkatkan kinerja sekolah.
3.
Esensi
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Esensi
dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai
sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian)
yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi
sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga
sekolah sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional
yang berlaku.
Kemandirian
yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan
untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai
perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara
pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif,
kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaftif dan
antisipatif, kemampuan bersinergi danm berkaborasi, dan kemampuan memenuhi
kebutuhan sendiri.
Pengambilan
keputusan partisipatif adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui
penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana warga sekolah (guru,
karyawan, siswa,orang tua, tokoh masyarakat) dkjorong untuk terlibatsecara
langsung dalam proses pengambilan keputusan yang akan dapat berkontribusi terhadap
pencapaian tujuan sekolah.
Pengambilan
keputusan partisipasi berangkat dari asumsi bahwa jika seseorang dilibatkan
dalam proses pengambilan keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan akan
merasa memiliki keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan akan bertanggung
jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya
makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki, makin besar
rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab, dan makin besar rasa tanggung
jawab makin besar pula dedikasinya.
Dengan
pola MBS, sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) yang lebih besar dalam
mengelola manajemennya sendiri. Kemandirian tersebut di antaranya meliputi
penetapan sasaran peningkatan mutu, penyusunan rencana peningkatan mutu,
pelaksanaan rencana peningkatan mutu dan melakukan evaluasi peningkatan mutu.
Di samping itu, sekolah juga mmiliki kemandirian dalam menggali partisipasi
kelompok yang brekepentingan dengan sekolah. Di sinilah letak ciri khas MBS.
Berdasarkan
konsep dasar yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan
penyesuaian dari pola lama manajemen pendidikan menuju pola baru manajemen
pendidikan-masa depan yang lebih bernuansa otonomi yang
demokratis.Dimensi-dimensi perubahan pola manajemen dari yang lama menuju yang
baru tersebut, dewasa ini secara konseptual maupun praktik tertera dalam MBS.
Perubahan
dimensi pola manajemen pendidikan dari yang lama ke pola yang baru menuju
MBS dapat digambarkan sebagai berikut:
Mengacu
pada dimensi-dimensi tersebut, sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam
pengelolaan lembaganya. Pengambilan keputusan akan dilakukan secara
partisipatif dengan mengikutsertakan peran masyarakat sebesar-besarnya.
Selanjutnya, melalui penerapan MBS akan nampak karakteristik lainnya dari
profil sekolah mandiri, di antaranya sebagai berikut:
a. Pengelolaan
sekolah akan lebih desentralistik
b. Perubahan
sekolah akan lebih didorong oleh motivasi internal dari pada diatur oleh luar
sekolah.
c. Regulasi
pendidkan menjadi lebih sederhana.
d. Peranan
para pengawas bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi, dari mengarahkan
menjadi memfasilitasi dan dari menghindari resiko menjadi mengelola resiko.
e. Akan
mengalami peningkatan manajemen.
f. Dalam
bekerja, akan menggunakan team work.
g. Pengelolaan
informasi akan lebih mengarah ke semua kelompok kepentingan sekolah.
h. Manajemen
sekolah akan lebih menggunakan pemberdayaan dan struktur organisasi akan lebih
datar sehingga akan lebih sederhana dan efisien.
4.
Tujuan
Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah
melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan
mutu sekolah. Dengan kemandiriannya, maka:
a. Sekolah
sebagai lembaga pendidikan lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman bagi dirinya dibanding dengan lembaga-lembaga lainnya.Dengan demikian
sekolah dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan
lembaganya.
b. Sekolah
lebih mengetahui sumber daya yang dimilikinya dan input pendidikan yang akan
dikembangkan serta didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c. Sekolah
dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada
pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga
sekolah akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai
sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.
d. Sekolah
dapat melakukan persaingan sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan
mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta
didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
e. Meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
melalui pengambilan keputusan bersama.
f. Meningkatkan
tanggung jawab sekolah kepada masyarakat.
g. Meningkatkan
persaingan yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang ingin dicapai.
Dengan
demikian, secara bertahap akan terbentuk sekolah yang memiliki kemandirian
tinggi. Secara umum, sekolah yang mandiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tingkat
kemandirian tinggi sehingga tingkat ketergantungan menjadi rendah.
b. Bersifat
adaptif dan antisipatif memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif,
gigih, berani mengambil resiko).
c. Bertanggung
jawab terhadap input manajemen dan sumber dayanya.
d. Memiliki
kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja.
e. Komitmen
yang tinggi pada dirinya.
f. Prestasi
merupakan acuan bagi penilaiannya.
Selanjutnya
dilihat dari sumber daya manusia sekolah yang mandiri memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pekerjaan
adalah miliknya
b. Bertanggung
jawab
c. Memiliki
kontribusi terhadap pekerjaannya
d. Mengetahui
posisi dirinya dan memiliki kontrol terhadap pekerjaannya
e. Pekerjaan
merupakan bagian hidupnya.
Dalam
upaya menuju sekolah mandiri, terlebih dahulu kita perlu menciptakan sekolah
yang efektif. Ciri sekolah yang efektif adalah sebagai berikut:
a.
Visi dan
misi yang jelas dan target mutu yang harus sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan secara lokal.
b. Sekolah
memiliki output yang selalu meningkat setiap tahun.
c. Lingkungan
sekolah aman, tertib, dan menyenangkan bagi warga
sekolah.
d. Seluruh
personil sekolah memiliki visi, misi, dan harapan yang tinggi
untuk
berprestasi secara optimal.
e. Sekolah
memiliki sistem evaluasi yang kontinyu dan
komprehensif terhadap
berbagai aspek akademik dan non akademik.
5.
Faktor-
faktor yang di perhatikan
Manajemen
Berbasis Sekolah (School Based Management) adalah bentuk alternative
sekolah dari program desentralisasi dalam bidang pendidikan. Faktor terpenting
dalam penentu kinerja sekolah yaitu kurikulum. Tujuan kurikulum yang akan
dicapai dalam jangka panjang dari kurikulum yang dirancang berdasar MBS yaitu:
a. Penguasaan
ketrampilan dasar dan proses fundamental
b. Pengembangan
intelektual
c. Pendidikan
karir & pendidikan vokasional
d. Pemahaman
interpersonal
e. Moral
& karakter etika
f. Keadaan
emosional dan fisik
g. Kreativitas
& ekspresi estetika
h. Perwujudan
diri.
i. Proses
belajar mengajar yang relevan
C.
Alasan
Mengapa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Pertimbangan
mengapa diadakan MBS, yaitu:
1.
Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yangberorientasi pada keluaran atau hasil pendidikan terlalumemusatkan pada masukan dan kurang memperhatikanproses pendidikan.
2.
Penyelengaraan pendidikan dilakukan secaras entralistik. Hal
ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan seringkali
kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau
kurang sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah setempat. Di samping itu segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyelenggara sekolah kehilangan kemandirian, insiatif, dan kreativitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi.
3.
Peran serta masyarakat terutama orangtua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan dana. Padahal
peran serta mereka
sangat penting di dalam proses pendidikan antara lain pengambilan keputusan,
pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas.
Ada beragam alasan
diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menurut Depdiknas
(2007), sebagai berikut:
1. Dengan
pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah akan lebih
insiatif/ kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.
2. Dengan
pemberian fleksibilitas/ keluwesan-keluwesan yang lebih besar kepada sekolah
untuk mengelola sumber dayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam
mengadakan dan memanfaatkan sumber daya sekolah secara optimal untuk
meningkatkan mutu sekolah.
3. Sekolah
lebih mengetahui kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman bagi dirinya
sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk
memajukan sekolahnya.
4. Sekolah
lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input pendidikan yang akan
dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
5. Pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan
sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi
sekolahnya.
6. Penggunaan
sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh
masyarakat setempat.
7. Keterlibatan
semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah
menciptakan transparansi dan akuntabilitas sekolah.
8. Sekolah
dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada
pemerintah, orang tua, peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia
akan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.
9. Sekolah
dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain dalam
peningkatan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif yang didukung oleh
orang tua siswa, masyarakat sekitar, dan pemerintah daerah setempat.
10. Sekolah
dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah
dengan cepat.
Alasan-alasan diterapkannya MBS
yang diungkapkan oleh Mulyasa (2009) antara lain:
1. Adanya
berbagai program pendidikan yang pengelolaannya terlalu kaku dan
sentralistik sehingga tidak memberikan dampak positif.
2. Sekolah lebih mengetahui
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya.
3. Sekolah lebih
mengetahui kebutuhannya.
4. Keterlibatan warga
sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan.
5. Angka
partisipasi pendidikan nasional maupun kualitas pendidikan tetap menurun.
Maka
muncullah pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan
kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas
yang disebut manajemen berbasis sekolah (MBS).
Alasan
lain diterapkannya MBS menurut Nurkolis, 2003 dalam http://edukasi.kompasiana.com yaitu:
1. MBS
di Indonesia yang menggunakan model MPMBS muncul karena alasan:
a. Sekolah
lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman bagi dirinya sehingga
sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk
memajukan sekolahnya.
b. Sekolah
lebih mengetahui kebutuhannya.Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam
pengambilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
2. Menurut
Bank Dunia, alasan diterapkannya MBS:
a. Alasan
ekonomis
b. Politis
c. Profesional
d. Efisiensi
administrasi
e. Finansial
f. Prestasi
siswa
g. Akuntabilitas
h. Evektivitas
sekolah
Menurut Suryo
Subroto, 2010 dalam http://edukasi.kompasiana.com menyatakan tentang
alasan diterapkannya MBS, bahwa pendidikan merupakan salah satu bidang
pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota (Pasal 1
Ayat 2). Untuk dapat melaksanakan kewajiban ini secara bertanggung jawab dan
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi penduduk daerah yang bersangkutan,
maka diperlukan strategi pengelolaan pendidikan yang tepat dan mengedepankan
kerja sama yang lebih dikenal dengan istilahcollaborative
schoolmanagement yang selanjutnya menjadi model pengelolaan sekolah yang
dinamakan school based management atau manajemen berbasis
sekolah (MBS)
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa alasan diterapkannya Manajemen Berbasis
Sekolah adalah karena adanya berbagai program pendidikan yang pengelolaannya
terlalu kaku dan sentralistik, pendidikan merupakan salah satu bidang
pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota, dan untuk
dapat melaksanakan kewajiban ini, maka diperlukan strategi pengelolaan
pendidikan yang tepat dan mengedepankan kerja sama, sekolah mempunyai otonomi
atau wewenang untuk merencanakan, mengatur, mengambil keputusan, melaksanakan
dan bertanggung jawab atas segala kegiatan yang ada di sekolah dan lingkungan
sekolah dengan keterlibatan warga sekolah serta masyarakat sekitar sehingga
sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan dapat tercapai, pada dasarnya
sekolahlah yang lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman, serta
kebutuhannya termasuk dalam hal finansial, prestasi siswa, akuntabilitas,
keefektifan sekolah, keefisienan administrasi, profesionalitas, politis dan
keekonomian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar